Halaman Awal

Halaman Awal

Senin, 23 September 2013

BUDAYA POLITIK PARTISIPAN

Dari ketiga tipe budaya politik yang telah diuraikan sebelumnya, budaya politik partisipan mempunyai pengaruh yang teramat penting dalam pembangunan suatu bangsa di zaman seperti sekarang ini. Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya politik dimana dalam budaya politik ini rakyat dapat mengevaluasi yang ditandai dengan dimilikinya kemampuan rakyat dalam menilai dan mengontrol semua kebijakan dari pemegang kekuasaan.
Partisipasi politik secara umum berarti keterlibatan seseorang/sekelompok orang dalam kegiatan politik.
Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dakan kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
Herbert McClosky, mengungkapkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Michael Rush dan Phillip Althoff, mengatakan bahwa partisipasi politik ialah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan dalam system politik.
Menurut Samuel Huntington dan Joan M. Nelson, mengidentifikasi lima bentuk  partisipasi politik, yaitu:
  1. Kegiatan pemilihan, yang mencakup memberikan suara, sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau melakukan tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil pemilihan.
  2. Lobbying, yaitu upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah dan pemimpin politik dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan mereka mengenai persoalan  yang menyangkut banyak orang. Misalnya lobbying yang dilakukan anggota DPR, atau yang dilakukan tokoh masyarakat kepada pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan di daerahnya.
  3. Kegiatan organisasi, yang menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam organisasi dengan tujuan utamanya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemerintah.
  4. Mencari koneksi, yaitu tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah biasanya dengan maksud memperoleh manfaat yang hanya dirasakan oleh sat orang atau beberapa orang saja.
Tindakan kekerasan, yaitu upaya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap pejabat pemerintahan atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (dalam bentuk kudeta atau pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah (dalam bentuk huru hara dan pemberontakan), atau mengubah seluruh system politik (dalam bentuk revolusi). Kekerasan hanya dilakukan setelah tertutupnya kesempatan berpartisipasi politik secara damai. 


Pengelompokkan hubungan hierarkis dari Rush dan Althoff hampir sama dengan piramida partisipasi politik yang dikemukakan David F. Rot dan Frank L. Wilson. Adapun bentuk piramida partisipasi politik adalah sebagai berikut:


Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik (political efficacy).

Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak suara dalam penyelenggaraan pemerintah. perasaan kesadaran seperti ini dimulai dari orang yang berpendidikan, yang kehidupannya lebih baik, dan orang-orang terkemuka. Pada mulanya di Eropa hanya elit masyarakat saja yang diwakili di dalam perwakilan. Di Amerika, perempuan bari mempunyai hak suara setelah adanya Amandemen ke-19 pada tahun 1920. Tetapi perlahan-lahan keinginan untuk berpartisipasi menjangkau semua sektor masyarakat –laki-laki dan perempuan- dan merek menuntun hak untuk bersuara.

Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, lebih baik. Dalam alam pikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa wargan mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Hal itu juga menunjukkan bahwa rezim yang bersangkutan memiliki kadar keabsahan (legitimacy) yang tinggi. Maka dari itu, pembatasan yang dimasa lalu sering diberlakukan, seperti pembayaran pajakpemilihan (yang di Amerika Serikat pada masa itu merupakan suatu tindakan efektif untuk membatasi partisipasi orang kulit hitam), atau pemilihan hanya oleh kaum pria saja (perempuan swiss baru mulai tahun 1972 diberi hak pilih), dewasa ini umumnya telah ditinggalkan.

Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan. Lagi pula dikhawatirkan bahwa jika pelbagai pendapat dalam masyarakat tidak dikemukakan, pimpinan Negara akan kurang tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat, dan cenderung melayani kepentingan beberapa kelompok saja. Pada umumnya partisipasi yang rendah dianggap menunjukkan legitimasi yang rendah pula.

Menurut Herbert McClosky, Gabriel Almond, Norman H. Nie dan Sidney Verba berpendapat bahwa partisipasi politik hanya terbatas pada kegiatan sukarela saja, yaitu kegiatan yang dilakukan yang tanpa paksaan atau tekanan dari siapa pun.

Kebanyakan di Negara komunis dan Negara berkembang sulit sekali untuk membedakan antara kegiatan yang benar-benar sukarela dan kegiatan yang dipaksakan secara terselubung, baik oleh penguasa maupun oleh kelompok lain. Menurut Huntington dan Nelson membedakan antara partisipasi yang bersifat otonom (autonomous participation) dan partisipasi yang dimobilisasi atau dikerahkan oleh pihak lain (mobilized participation/regimented participation).

Dalam hubungan ini mungkin dapat dikatakan bahwa dalam hampir setiap kegiatan partisipasi ada unsure tekanan atau manipulasi, akan tetapi di Negara-negara demokrasi Barat tekanan semacam ini jauh lebih sedikit disbanding dengan di Negara-negara otoriter. Di Negara-negara berkembang terdapat kombinasi dari unsure sukarela dan unsure manipulasi dengan berbagai bobot dan takaran.

Ada pula pendapat bahwa partisipasi politik hanya mencakup kegiatan yang bersifat positif. Akan tetapi Huntington dan Nelson menganggap bahwa kegiatan yang ada unsure destruktifnya seperti demonstasi, terror, pembunuhanpolitik, dan lain-lain merupakan suatu bentuk partisipasi.

Di samping mereka yang ikut serta dalam satu atau lebih bentuk partisipasi, ada warga masyarakat yang sama sekali tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik. Hal ini kebalikan dari partisipasi dan disebut apati (apathy).

Timbul pertanyaan: mengapa orang apatis? Ada beberapa jawaban. Mereka tidak ikut pemilihan karena sikap acuh tak acuh dan tidak tertarik pada, atau kurang paham mengenai masalah politik. Ada juga karena tidak yakin bahwa usaha untuk memengaruhi kebijakan pemerintah akan berhasil, dan ada juga yang sengaja tidak memanfaatkan kesempatan memilih karena kebetulan berada di lingkungan di mana ketidaksertaan merupakan hal yang dianggap biasa.

McClosky dalam tulisannya tersebut mengemukakan bahwa sikap apati ini malah dapat diartikan sebagai hal positif dibandingkan dengan masyarakat yang terlalu “aktif” sehingga menjurus ke pertikaian, fragmentasi, dan instabilitas sebagai manifestasi ketidakpuasan.

Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa orang itu tidak ikut memilih karena berpendapat bahwa keadaan tidak terlalu buruk dan bahwa siapa pun uang akan dipilih tidak akan mengubah keadaan itu. Dengan demikian ia tidak merasa perlu memanfaatkan hak pilihnya. Jadi, “apatis” dalam pandangan ini tidak menunjuk pada rasa kecewa atau frustasi, tetapi malahan sebagai manifestasi rasa puas dan kepercayaan terhadap system politik yang ada

Tidak ada komentar: