Budaya
politik merupakan salah satu komponen terpenting dalam suatu system politik.
Budaya politik menunjukkan cirri khas dari perilaku politik yang ditampilkan
oleh individu yang terintegrasi dalam beberapa kelompok masyarakat ataupun suku
bangsa. Oleh karena itu, budaya politik yang dimilikinya pun berbeda-beda.
Tipe-tipe Budaya Politik
Almond dan Powell membagi budaya
politik ke dalam tiga tipe, yaitu budaya politik parochial, subjek (kawula),
dan partisipan.
Budaya Politik
Parokial (Parochial Political Culture)
Dalam kepustakaan-kepustakaan politik, budaya politik parochial sering
diartikan sebagai budaya politik yang sempit. Dikatakan sempit karena orientasi
individu atau masyarakat masih sangat terbatas pada ruang lingkup yang sempit.
Orientasi dan peranan yang dimainkan masih terbatas pada lingkungan atau
wilayah tempat ia tinggal. Dengan kata lain, persoalan-persoalan di luar
wilayahnya tidak dipedulikannya,
Menurut Rusadi Kantaprawira, budaya politik parochial biasanya terdapat
dalam system politik tradisional dan sederhana, dengan ciri khas yaitu belum
adanya spesialisasi tugas atau peran, sehingga para pelaku politik belum
memiliki peranan khusus. Dengan kata lain, satu peranan dilakukan bersamaan
dengan peranan lain.
Di dalam budaya politik parochial, masyarakat tidak menaruh minat
terhadap objek-objek politik secara sepenuhnya. Adapun yang menonjol dalam
budaya politik parochial adalah adanya kesadaran kepada adat atau kepala suku.
Sebagai pemimpin politik, kepala adat atau suku berperan juga sebagai pemimpin
agama, dan pemimpin social.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam budaya politik parochial
tidak dijumpai spesialisasi tugas dan peran dalam kegiatan ppolitik. Kalaupun
mungkin ada, dalam intensitas atau kadar yang masih rendah, sehingga tingkat
partisipasi politik masyarakatnya pun masih rendah.
Budaya Politik Subjek (Subject Political Culture)
Masyarakat atau individu yang bertipe budaya politik subjek telah
memiliki perhatian dan minat terhadap system politik. Hal ini diwujudkan dengan
berbagai peran poitk yang sesuai dengan kedudukannya. Akan tetapi peran politik
yang dilakukannya masih terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang mengatur masyarakat. individu atau masyarakat hanya menerima
aturan tersebut secara pasrah. Tidak ada keinginan atau hasrat untuk menilai,
menelaah, atau bahkan mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Dalam budaya politik subej ini, individu atau masyarakat berkedudukan
sebagai kaula atau dalam istilah Jawa disebut kawula gusti, artinya sebagai
abdi/pengikut setia pemerintah/raja yang posisinya cenderung pasif.
Budaya Politik
Partisipan (Participant Political Culture)
Dalam budaya politik partisipan individu atau masyarakat telah memiliki
perhatian, kesadaran, minat serta peran yang sangat luas. Ia mampu memainkan
peranan politik baik dalam proses input (yang berupa pemberian tuntutan dan
dukungan) maupun dalam proses output (pelaksana, penilai, pengkritik
kebijakan).
Daya kritis masyarakat sudah sepatutnya dibangun
dan disempurnakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa daya kritis masyarakat yang sangat
tinggi, akan menjadi alat control efektif terhadap berbagai kebijakan yang
dikeluarkan oleh para pemegang kekuasaan. Dengan demikian, akan terciptanya kebijakan-kebijakan
pemerintah yang menyentuh terhadap aspirasi, keinginan dan kepentingan
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar